Senin, April 14, 2008

From Mr. Sandi Aga Uno (Ketua Umum HIPMI)

Buat temen-temen, saya punya sedikit bahan bacaan yang cukup menarik...khususnya untuk temen-temen mahasiswa IT Telkom. Asli di email langsung ke email saya oleh Sandi Aga Uno. Tadinya sih rencana untuk buletin...tapi belum sempat terbit. Semoga dapat menambah pengetahuan dan memperluas mindset temen-temen semua dalam berpikir....

Best Regard,
Hernawan

Menjadi Pengusaha itu Gampang
Oleh: Sandiaga S. Uno
Ketua Umum BPP HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia)

Mahasiswa STT Telkom tertarik berwirausaha? Ini baru berita. Bukankan mahasiswa STT Telkom sudah dijamin menjadi pegawai Telkom? (Gak pak....sekarang udah kaga gitu kali...terkahir taon 1992) Menurut data yang saya peroleh, kinerja PT. Telkom terus membaik yang artinya kesejahteraan karyawannya juga makin baik. Tetapi menjadi partner kerja PT. Telkom akan lebih bergengsi dibandingkan menjadi karyawannya.

Memang ada pameo, lebih baik menjadi kepala semut daripada ekor gajah. Dengan menjadi pengusaha, kita menjadi kepala, bukan ekor. Apakah kemudian badan kita besar atau kecil, tentu tergantung bagaimana kita mengelola usaha kita. Dengan makin majunya ilmu managemen, makin mudah mengelola manajemen perusahaan.

Di masa mendatang, prospek usaha dibidang telekomunikasi masih terbuka lebar. Basis keilmuan yang dimiliki mahasiswa STT Telkom akan banyak membantu perkembangan usaha di bidang ini. Tetapi bukan berarti, Anda harus memasuki bidang telekomunikasi.

Yang lebih penting dari semua itu adalah kapan kita akan memulai usaha. Makin cepat akan makin baik. Tulisan ini akan membantu para mahasiswa yang ingin menjadi pengusaha.

Akhir-akhir ini kecenderungan untuk menjadi pengusaha terasa meningkat ditandai dengan adanya berbagai pelatihan dan munculnya berbagai lembaga yang menyediakan diri untuk mendorong dan melatih seseorang menjadi pengusaha.

Hal ini merupakan perkembangan yang sangat menggembirakan. Semakin banyak pengusaha, maka semakin banyak lapangan kerja yang tersedia dan semakin banyak pengangguran yang bisa diserap. Saat ini pengangguran di Indonesia telah mencapai angka 11 juta. Jika kita asumsikan setiap usaha merekrut setidaknya 2 pegawai, maka jika tumbuh 1 juta pengusaha, akan tersedia 2 juta lapangan kerja. Dengan adanya pengusaha, pemerintah akan terbantu untuk menyediakan lapangan kerja. Kita tahu bahwa pemerintah juga memiliki keterbatasan. Munculnya pengusaha akan sangat membantu pemerintah.

Dengan tersedianya lapangan kerja, maka daya beli masyarakat akan meningkat dan pada akhirnya mengurangi angka kemiskinan. Saat ini kita masih memiliki 40 juta rakyat miskin, sebuah jumlah yang sangat besar. Jika 1 pekerja menghidupi 1 istri dan 1 anak, maka setidaknya 3 juta orang tertolong dengan hadirnya pengusaha. Jumlah ini masih kecil dibandingkan dengan angka kemiskinan. Oleh karena itu, jumlah pengusaha harus ditingkatkan lagi agar semakin banyak orang tertolong.

Pada sisi lain, pengusaha juga merupakan penyumbang pajak bagi pemerintah. Sebagaimana diketahui, APBN kita 70 % lebih dibiayai oleh pajak. Jika jumlah pengusaha semakin banyak maka, jumlah penerimaan negara akan makin meningkat dan lebih banyak yang bisa dilakukan pemerintah untuk masyarakatnya.

Sayangnya, meski ada trend di tengah masyarakat untuk menjadi pengusaha, masih lebih banyak yang memiliki untuk tidak menjadi pengusaha. Beberapa alasan paling umum yang kami himpun menyatakan bahwa masyarakat kita masih takut menjadi pengusaha, takut akan bankrut, takut tertipu dan lain-lain. Intinya takut akan resiko yang akan dihadapi. Padahal sebenarnya, apapun yang kita lakukan pada dasarnya beresiko. Sebagai contoh: kita menyeberang jalan, tentu ada resiko tertabrak. Sebagai orang yang dikaruniai akal, tentu kita tidak akan menyeberang sembarangan. Begitu pula dengan menjadi pengusaha, resiko bisa kita minimalkan dengan manajemen yang baik. Jika kita tidak sanggup menanggung resiko besar, kita bisa memilih resiko yang lebih kecil

Alasan kedua adalah tidak memiliki modal. Alasan ini sangat klasik dan berputar tidak pernah selesai. Sesungguhnya modal itu penting tapi bukan yang utama. Yang utama adalah ide. Modal sebesar apapun tida akan akan ada artinya jika tidak memiliki ide. Saya bisa memberikan kepada Anda uang 1 milyar hari ini, tetapi jika Anda tidak punya ide usaha, maka uang itu akan habis pelan atau cepat. Sebaliknya jika seseorang memiliki ide, maka uang akan datang dengan sendirinya. Banyak pengusaha yang memulai tanpa modal sama-sekali, dan pada akhirnya perbankan berebut menawarkan modal kepadanya.

Untuk memulai usaha, sekali lagi bukan modal uang yang dibutuhkan. Pilihlah usaha yang tidak membutuhkan uang pada awalnya. Kita bisa belajar dari para pedagang yang menjual cash tetapi membeli dengan bayar di belakang. Jadi tidak ada modal uang. Jika memang membutuhkan uang, sementara Anda tidak memiliki uang, pakailah uang orang lain. Cukup sederhana. Masalahnya tinggal bagaimana Anda menggunakan modal yang diberikan Tuhan, tubuh dan akal Anda untuk memakai uang orang lain.

Modal yang kedua adalah keberanian. Mulai dari sekarang, beranikan diri Anda untuk bermimpi. Mungkin ini agak aneh, tetapi dunia sudah membuktikan bahwa banyak penemuan ilmiah berdasarkan mimpi dan khayalan. Mobil-mobil sekarang ini berasal dari khayalan masa kecil. Ketika mimpi dan khayalan terwujud, kesuksesan sudah menanti di depan mata. Selanjutnya, beranilah berbeda. Ditengah pasar yang kompetitif, menjadi beda adalah hal yang penting. Jika Anda membuat sesuatu yang sama dengan kompetitor Anda, maka produk atau jasa Anda tidak akan dilihat oleh konsumen. Sesuatu yang berbeda adalah nilai tambah. Dengan berbeda, keuntungan akan lebih besar.

Untuk menghindari pasar yang sudah jenuh, Anda perlu membuka usaha baru, hindari pasar yang sudah jenuh. Lihatlah sekeliling, apa yang menjadi masalah atau kebutuhan di sekitar Anda. Dengan demikian Anda akan memahami pasar sebelum meluncurkan produk atau jasa.

Selanjutnya siapkan keberanian untuk memulai, keberanian untuk sukses dan keberanian untuk gagal. Jika Anda selalu ragu-ragu, maka Anda tidak akan pernah memulai, dan Anda tidak tahu apakah Anda akan berhasil atau gagal. Jika tidak pernah memulai, maka Anda tidak bisa belajar bagaimana menghindari kegagalan dan Anda juga sekaligus tidak pernah mengalami kesuksesan. Anda hanya akan terus berpikir, tanpa pernah mencoba untuk melakukan yang Anda pikirkan. Seorang senior kami di HIPMI, Saudara Purdie E. Chandra yang memiliki Entrepreneur College memiliki sebuah metode memulai yang sederhana. Kita tidak usah berpikir macam-macam, kita lakukan saja semudah kita buang air di WC. Kita tidak pernah memikirkan bagaimana cara memasuki WC, kita juga tidak pernah memikirkan bagaimana cara buang air, apakah dengan ritme atau tidak. Begitu saja terjadi dan selesai. Kita sukses buang air. Kita tidak pernah memikirkan apakah kita akan gagal dalam buang air, kan? Jika kita gagal buang air, kita tinggal makan pepaya. Sangat sederhana bukan?

Kalaupun ditengah perjalanan ada kegagalan, itu merupakan hal yang sangat biasa. Dengan demikian kita memiliki pengalaman, anggap saja hal itu merupakan biaya sekolah. Lebih baik kita gagal di awal daripada gagal di akhir. Pendiri dan pemilik KFC, telah gagal 19 kali untuk meyakinkan bahwa ayam gorengnya enak dan laku sebelum akhirnya menemui jalan suksesnya. Begitu juga Puspo Wardoyo gagal di tempat asalnya dan memulai usaha Ayam Bakar Wong Solo di Medan.

Jika kita belum memiliki pengalaman saat memulai usaha, merupakan sesuatu yang wajar. Pengalaman akan didapatkan seiring perjalanan usaha. Tidak ada seseorang yang tiba-tiba ahli dalam bidang apapun, semuanya melalui proses belajar. Sayangnya menjadi pengusaha tidak ada sekolahnya, sehingga trial and error menjadi salah satu metode yang paling sering digunakan. Jika Anda lulus maka kesuksesan yang Anda raih, jika belum maka kesuksesan Anda akan tertunda. Kesuksesan seorang pengusaha ditentukan oleh berapa kali ia lebih banyak bangun dari kegagalan.

Jika sampai disini, masih ada keraguan untuk memulai usaha, saya khawatir Anda belum memiliki mindset seorang pengusaha. Mindset adalah pola pikir. Seorang pengusaha melihat kendala sebagai peluang. Ketika orang-orang perkotaan memiliki budaya malas dan memiliki waktu terbatas untuk mencuci, seorang pengusaha mendirikan usaha laundry. Dengan mindset ini, seorang pengusaha bisa struggle dan survive. Mulai dari sekarang rubahlah mindset Anda. Jika mindset ini sudah terbangun, maka Anda akan memiliki banyak akal, berpikir tidak linier dan mampu mengatasi segala masalah.

Cukup mengherankan bahwa masih banyak orang yang memilih tidak menjadi pengusaha. Menjadi pengusaha jelas lebih besar penghasilannya daripada karyawan biasa. Jika melihat hasil survey yang dilakukan Departemen of Health, Education and Welfare Amerika Serikat diperoleh data profil 100 orang pada usia 65 tahun sebagai berikut: 1 orang sangat makmur, 4 orang berkecukupan, 5 orang terpaksa bekerja, 54 orang ditunjang keluarga/pemerintah dan 36 orang meninggal dunia. Dari 5 orang yang sangat makmur dan berkecukupan, 98 % adalah pengusaha, 2 % berasal dari jalur non pengusaha (profesional, warisan, menang undian, dll). Jadi kalau ingin makmur dan berkecukupan, tetapi Anda bukan dokter atau pengacara kelas atas atau berasal dari keluarga miskin atau tidak suka lotere, tidak ada pilihan lain selain menjadi pengusaha.

Tidak ada komentar: